TOBOALI – Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan, Kepulauan Bangka Belitung memastikan masih memperjuangkan hak para pegawai di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Junjung Besaoh.
Hal itu setelah sebagian besar aparatur sipil negara (ASN) serta pegawai honorer di rumah sakit melayangkan surat mosi tidak percaya kepada manajemen RSUD Junjung Besaoh. Ditargetkan permasalahan yang dialami pegawai dapat diselesaikan dalam waktu dekat.
” Kami tengah mengupayakan jalan terbaik agar dana insentif dan hak-hak pegawai dapat terbayarkan. Termasuk lima poin tuntutan yang menjadi atensi dari para pegawai. Semua tuntutan tersebut telah difasilitasi agar dapat direalisasikan kepada seluruh pegawai. Bukan berarti manajemen rumah sakit lamban dalam menindaklanjuti permasalahan pegawai,” kata Direktur RSUD Junjung Besaoh Dr Helen, Ranu (19/02/2025)
Menurut Dr Helen, untuk poin tuntutan ekstra puding atau makanan tambahan bagi pegawai RSUD Junjung Besaoh dari bulan Januari-Desember 2024 yang tidak diberikan sebagaimana mestinya.
Dengan dalih anggaran diperuntukan menu sahur dan berbuka puasa bulan Ramadan 2024 hal itu turut dibantah. Pasalnya, dana untuk ekstra puding pada tahun 2024 sangat terbatas bukan untuk menutupi hutang rumah sakit.
Sebagai gantinya seluruh pegawai akan menerima ekstra puding secara penuh pada tahun 2025 ini. Kedua, klaim jasa pelayanan BPJS kesehatan dan umum dari bulan Juli-Desember 2024 yang belum diterima pegawai. Masalah itu dipastikan masih terus berproses untuk segera dicairkan. Karena pengajuan baru dilakukan pada akhir bulan Desember 2024 lalu dan telah dimasukan ke dalam pengakuan utang.
“Untuk mencairkan utang kita harus ada review (Peninjauan kembali-Red) dari Inspektorat. Sekarang review-nya sudah selesai dan dalam waktu dekat bisa segera dicairkan,” jelas Helen Sukendy.
Adapun ihwal pembayaran kelebihan jam kerja atau jaga malam tahun 2024 yang belum dibayarkan lanjut dia, permasalahan tersebut masih dilakukan pembahasan. Pasalnya, pemberian insentif jaga malam tidak diatur di dalam regulasi baik di dalam Undang-Undang maupun peraturan lainnya. Pada tahun 2024 lalu, manajemen rumah sakit melalui Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana telah mencoba membuatkan surat keputusan (SK) maupun peraturan bupati.
Dua regulasi itu menjadi syarat sebagai pencairan insentif jaga malam bagi pegawai. Ketika diajukan ternyata tidak memiliki dasar hukum termasuk besaran nominal yang akan diberikan. Berdasarkan saran dari Inspektorat memang tidak boleh diajukan pembayaran insentif jaga malam. Sampai akhirnya kini kebijakan itu masih digodok agar bisa dialihkan menjadi gaji maupun tambahan penghasilan pegawai (TPP). Opsi lainnya dapat dialihkan menggunakan insentif jasa medis yang ditingkatkan.
“Sedangkan untuk jasa medis tahun 2025 kita masih koordinasi dengan pihak konsultan rumah sakit. Semoga sebelum Idul Fitri 2025 sudah selesai,” urainya.
Helen Sukendy turut menegaskan saat ini RSUD Junjung Besaoh belum optimal walaupun telah menyandang status Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Masalah ini mengenai adanya desakan pendapatan persentase manajemen RSUD Junjung Besaoh sebesar 65 persen untuk operasional dan 35 persen jasa pelayanan. Semuanya telah disesuaikan berdasarkan peraturan yang mengikat terkait penentuan besaran persentase.
“Karena RSUD Junjung Besaoh saat ini belum mampu secara finansial dan masih banyak kebutuhan lainnya. Sehingga tidak bisa semaunya tenaga medis harus besar dan biaya operasional kita kecilkan, karena bahaya sekali,” pungkas Helen Sukendy. (*)