Nama: Egla Tresia Aprila Barus
Fakultas: Hukum, Universitas Bangka Belitung.
Hilangnya enam sertifikat jaminan milik nasabah Bank SulutGo Cabang Kotamobagu bukan sekadar masalah administrasi yang berantakan.Ini adalah alarm keras bagi sistem perbankan: dokumen yang menjadi bukti hak dan aset nasabah, setelah pelunasan utang, kini menguap tanpa jejak, meninggalkan pertanyaan besar tentang akuntabilitas dan kepastian hukum di lembaga keuangan kita.
Bank memiliki tanggung jawab hukum dan moral untuk menjaga dokumen nasabah dengan aman. Dalam Pasal 1243 KUH Perdata: kelalaian dalam memenuhi kewajiban menimbulkan kewajiban ganti Rugi (wanprestasi). Regulasi perbankan mewajibkan setiap lembaga keuangan untuk menyimpan jaminan kredit secara aman dan dapat dipertanggungjawabkan. Ketika sertifikat hilang dan bukti penyerahan balik tidak ditemukan, jelas institusi ini gagal menjalankan kewajibannya.
Kerugian bagi nasabah tidak bisa diukur dengan angka semata. Sertifikat jaminan adalah bukti kepemilikan yang bernilai ekonomis tinggi. Hilangnya dokumen ini tanpa mekanisme pemulihan membuka peluang sengketa dan penguasaan pihak ketiga atas aset yang seharusnya menjadi hak sah pemilik. Pasal 1320 KUH Perdata berbunyi: kepastian hukum dalam perjanjian harus dijaga.
Dari sisi kepastian hukum, bank telah menempatkan nasabah dan ahli warisnya dalam posisi rentan. Laporan telah diajukan sejak November 2022, namun proses hukum yang lambat menimbulkan kesan bahwa keadilan bisa ditunda, bahkan diabaikan. Reputasi bank juga dipertaruhkan. Seharusnya lembaga keuangan menjadi simbol keamanan dan kepercayaan.
Namun ketika dokumen penting nasabah hilang, publik mulai mempertanyakan profesionalitas dan integritas institusi tersebut. Kepercayaan yang hilang sulit dipulihkan, dan setiap transaksi berikutnya selalu dibayangi risiko.
Kewajiban bank jelas: menjaga dokumen nasabah, mengembalikannya saat utang lunas, memberi ganti rugi jika terjadi kerugian, dan memfasilitasi penggantian dokumen yang hilang. Pemberi kuasa (bank) juga bertanggung jawab atas kelalaian pegawainya (Pasal 1367 KUH Perdata). Pernyataan “kami bertanggung jawab” tidak cukup.
Harus ada tindakan nyata, mulai dari penggantian sertifikat melalui Badan Pertanahan Nasional hingga komunikasi terbuka kepada nasabah. Menunda tindakan hanya memperparah kerusakan reputasi dan menambah risiko hukum.Langkah preventif juga tidak bisa diabaikan. Audit internal wajib dilakukan untuk memastikan seluruh arsip jaminan aman. Transparansi kepada publik dan pengawasan regulator harus ditingkatkan.
Nasabah yang terdampak pun berhak menempuh jalur hukum untuk menuntut ganti rugi dan memastikan haknya dipulihkan, karena hak menuntut ganti kerugian atas perbuatan melawan hukum tetap melekat pada pihak yang dirugikan (Pasal 1365 KUH Perdata). Kasus ini menjadi cermin keras: dokumen jaminan nasabah bukan sekadar kertas di lemari arsip. Ia adalah amanah yang harus dijaga. Kegagalan Bank SulutGo Cabang Kotamobagu mengingatkan bahwa janji tanggung jawab tanpa tindakan nyata tidak cukup. Kepercayaan nasabah hanya bisa dipulihkan melalui transparansi, akuntabilitas, dan kepastian hukum yang tegas. Nasabah perlu sadar akan haknya, sementara bank harus memahami bahwa tanggung jawab mereka bukan sekadar soal keuntungan, tetapi soal melindungi hak dan kepastian hukum masyarakat. Jika tidak, setiap kasus hilangnya dokumen jaminan akan menjadi luka mendalam bagi reputasi perbankan Indonesia, sekaligus ancaman bagi keadilan bagi nasabah yang telah percaya pada institusi tersebut.
