Penulis: Saskia Anastasya
Nim: 4012411058
Mata Kuliah: Hukum Acara dan Praktik Peradilan Perdata
Dosen Pengampu:Rafiqa Sari,S.H.,M.H.
Prodi Hukum ,Fakultas Hukum
Universitas Bangka Belitung
Putusan Pengadilan Negeri Kepanjen Nomor 30/Pdt.G/2021/PN Kpn merupakan perkara perdata tentang gugatan cerai yang diajukan oleh seorang suami terhadap istrinya yang telah meninggalkannya selama kurang lebih sepuluh tahun tanpa kabar. Dalam gugatan tersebut, Penggugat beralasan bahwa rumah tangganya sudah tidak dapat dipertahankan karena Tergugat pergi tanpa izin dan tidak pernah memberi kabar.
Namun, Majelis Hakim menolak gugatan tersebut dengan pertimbangan bahwa bukti dan saksi yang diajukan tidak cukup kuat untuk membuktikan unsur “meninggalkan tanpa alasan sah”
Sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 19 Peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Penolakan gugatan ini didasarkan pada pertimbangan hukum yang kuat, yaitu ketidakmampuan Penggugat untuk membuktikan alasan perceraian sesuai tersebut.
Penggugat mendalilkan Tergugat meninggalkan rumah selama 10 tahun, yang masuk dalam kategori alasan perceraian, yaitu” meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin dan alasan yang sah.” Namun, Majelis Hakim berpendapat bahwa keterangan dua saksi tetangga yang hanya menyatakan sudah lama tidak melihat pasangan tersebut tinggal bersama tidak cukup untuk membuktikan bahwa kepergian Tergugat tersebut tanpa alasan yang sah dan di luar kemampuan penggugat untuk mengetahuinya. Di sini berlaku prinsip pembuktian dalam hukum acara perdata, di mana beban pembuktian ada pada pihak yang mendalilkan sesuatu.
Dari segi penerapan teori hukum, berdasarkan teori pembuktian, hakim hanya dapat memutus berdasarkan alat bukti yang sah menurut hukum acara, yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 1866 KUH Perdata dan Pasal 164 HIR, meliputi surat, saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Dalam perkara ini, hakim menilai alat bukti berupa keterangan dua saksi tetangga tidak cukup membuktikan dalil perceraian.
Hal ini menunjukkan penerapan teori pembuktian secara ketat, dimana hakim tidak hanya menilai kehadiran bukti, tetapi juga kekuatan pembuktiannya terhadap unsur hukum yang dipersoalkan.
Selanjutnya, dari sisi teori kepastian hukum, hakim berpegang pada ketentuan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan apabila terdapat alasan yang sah sesuai undang-undang. Walaupun secara moral atau sosial tindakan Tergugat meninggalkan rumah selama 10 tahun dapat dipandang sebagai pelanggaran kewajiban rumah tangga, namun dalam pandangan hukum, hal tersebut belum memenuhi syarat yuridis tanpa adanya bukti objektif mengenai niat dan alasan kepergian tersebut. Dengan demikian, putusan ini menegaskan fungsi hukum sebagai alat untuk menjaga kepastian, bukan semata-mata keputusan subjektif pihak yang menggugat.
Selain itu, dalam konteks ini hakim memberikan putusan berdasarkan kesesuaian antara hak dan kewajiban menurut hukum. Hakim tidak mengabulkan perceraian hanya karena rasa kasihan terhadap Penggugat, tetapi menegakkan keadilan berdasarkan pembuktian dan aturan hukum yang berlaku.
Hal ini sejalan dengan prinsip bahwa keadilan hukum harus bersifat objektif, bukan emosional. Dalam konteks hukum acara, putusan ini menekankan pentingnya memenuhi seluruh syarat verstek yang diatur dalam Pasal 125 HIR.
Meskipun syarat kehadiran telah terpenuhi karena Tergugat dipanggil secara sah dan patut namun tidak hadir. Majelis Hakim dengan cermat menegaskan bahwa gugatan harus beralasan dan berdasarkan hukum, tidak terpenuhi.
Hakim harus selektif dalam menerima bukti,bahkan ketika salah satu pihak tidak hadir. Ketidaklengkapan bukti mengenai alasan kepergian Tergugat membuat Hakim tidak yakin bahwa telah terjadi perpecahan yang tak dapat diperbaiki yang menjadi tujuan utama alasan perceraian.
Penggugat tidak berhasil membuktikan fakta hukum inti, yaitu bahwa ia ditinggalkan tanpa alasan yang dapat dibenarkan. Sehingga berdasarkan penjelasan diatas, putusan ini menolak gugatan. Penggugat karena bukti yang diajukan berupa keterangan saksi dianggap tidak cukup meyakinkan untuk memenuhi standar pembuktian yang disyaratkan oleh Undang-Undang Perkawinan, khususnya terkait alasan meninggalkan pasangan selama dua tahun berturut-turut. Secara hukum, putusan ini tepat karena menjunjung tinggi prinsip beban pembuktian dalam hukum perdata dan prinsip prinsip hukum yang lainnya.
Putusan ini menjadi pengingat bahwa dalam gugatan cerai, keberadaan alasan yang sah harus dibuktikan. Meskipun hasilnya mungkin kurang memuaskan bagi Penggugat, namun dari perspektif hukum, putusan ini sudah sesuai dengan prinsip bahwa setiap perkara harus diputus berdasarkan bukti dan norma hukum yang berlaku.