Si Tungau Perusak Jalan di Bangka Tengah

 

Oleh : Apri Sunarsi, S.H
Mahasiswa Magister Hukum Universitas Bangka Belitung.

Berjalannya waktu semakin banyak hal yang baru mulai dari teknologi hingga gaya hidup para manusia. Setiap perkembangan yang terjadi, akan timbul suatu hal yang bersifat positif serta bersifat negatif, dimana hal negatif tersebut yang dapat merugikan bumi kita tercinta, tertutama pada lingkungan yang kita tempati saat ini.

Yang membuat bumi tua ini semakin mengalami kerusakan lingkungan, terdapat beberapa Tambang Inkonvensional (TI) Tungau adalah tambang pasir timah skala mini yang sangat familiar di masyarakat penambang, khususnya di Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Tungau merupakan nama serangga kecil penghisap darah.

Bahkan, Tungau juga dilekatkan pada istilah alat tambang lantaran ukurannya yang kecil atau mini, dibandingkan dengan alat penambang timah yang lain untuk menambang pasir timah yang dilakukan secara manual.

TI Tungau ini biasanya beroperasi di darat, sungai ataupun di danau eks tambang. TI Tungau ini sangat menguntungkan bagi penambang karena dengan modal yang dikatakan cukup kecil, namun dapat meghasilkan timah sampai 50kg perminggu.

Fenomena tersebut disatu sisi memang dapat meningkatkan kontribusi sektor pertambangan dan meningkatkan pendapatan masyarakat, namun disisi lain, ada hal-hal yang ternyata harus dikorbankan kondisi lingkungan yang mengalami kerusakan, seperti rusaknya area hutan, sumber air, pemukiman penduduk, sisi pembangunan timah dari tambang inkonvensional (TI) menyebabkan pendangkalan sungai.

Berbagai biota sungai mati akibat pencemaran dari aktivitas itu, merusak daerah aliran sungai sampai pantai, kerusakan hutan lindung dan hutan produksi. Lubang-lubang bekas penambangan tandus karena tidak direklamasi jika dilihat dari udara sebelum mendarat dibandara Depati Amir, wajah bumi bangka dipenuhi kawah dan lubang menganga.

Kegiatan tambang timah inkonvensional (TI) yang tidak terkendali ini mengakibatkan beberapa sungai dan sumber air, yang sebelumnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat telah berubah menjadi keruh, bagaikan kolam susu. Beberapa areal yang dilindungi pemerintah daerah setempat, sedikit demi sedikit telah menjadi tempat masyarakat untuk menambang timah.

Kondisi ekonomi secara nasional saat itu terpuruk imbas Pandemi Covid-19, namun disisi lain dampak dari penambangan waktu itu mampu mendongkrak perekonomian masyarakat Bangka Tengah khususnya.
Nasib para pekerja tambang harus dipikirkan.

Kalau aktivitas tambang ini ditertibkan dampaknya perekonomian masyarakat jadi lumpuh. Karena sedikit banyaknya hasil dari kegiatan penambangan ini telah membantu perekonomian masyarakat dan juga memulihkan ekonomi daerah di masa pandemi COVID-19 seperti sekarang ini.

Untuk itu, sangat diharapkan agar kiranya pemerintah dan pihak terkait lainnya dapat segera mencari jalan keluar dan solusi terbaik bagi para pekerja TI Tungau.

Akan tetapi Bangka Belitung rentan bencana seperti banjir, kekeringan dan angin puting beliung sebagai akibat rusaknya kawasan hutan ssyang merupakan wilayah resapan air dan sumber mata air tanah.
Selain itu, banyaknya sebaran kolong atau lubang eks tambang juga menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir.

Kolong-kolong atau eks lubang tambang yang merupakan hasil tambang ilegal juga menjadi salah satu penyebab banjir. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya aliran normal.

Namun sekarang para penambang TI Tungau tidak bisa lagi bebas bekerja selalu di bayang-bayangi razia atau penertiban oleh penegak hukum agar para penambang tidak melakukan aktivitas penambangan di lokasi yang rawan terjadi perusakan fasilitas umum, sehingga menyebabkan kerugian bagi masyarakat luas.

Akibat kurangnya kesadaran dari para penambang dan kurang tegas nya penertiban dari penegak hukum di jalan raya antara Desa Nunggal dan Desa Kerakas, terputus karena para penambang melakukan aktivas menambang timah kurang lebih 200 meter dari bibir jalan raya.

Setelah terjadi seperti ini perlunya kesadaaran penambang seharusnya tidak mementingkan keuntungan sendiri melainkan harus mementingkan khalayak atau masyarakat lain demi untuk mencegah kebanjiran dan juga mengihindari potensi merusak jalan utama antara Desa Nunggal dan Kerakas biar tidak terjadi kerusakan lingkungan yang semakin memburuk dan tidak mengalami kerusakan untuk ke dua kalinya.

Comments (0)
Add Comment