Fitrah Manusia Dalam Seni dan Estetika

FITRAH MANUSIA DALAM SENI DAN ESTETIKA

 

Oleh : Zidane Romadhonie

Abstrak
Fitrah manusia adalah ketentuan mutlak yang diberikan dari Tuhan. Ada banyak jenis fitrah dalam diri manusia yang dianugerahkan oleh Allah SWT. Salah satunya adalah fitrah manusia dalam seni dan estetika. Adanya seni merupakan sesuatu yang harus kita apresiasi dalam eksistensinya. Seni bukan untuk dijauhi tapi justru diapresiasi, seni bukan dibenci tapi dinikmati. Kenyataan yang terjadi dalam hidup kita tidak sedikit orang-orang yang berfikiran negatif atau bahkan menganggap bahwa seni itu merupakan sesuatu yang kotor.

Padahal sejatinya seni itu bersemayam dalam diri manusia itu sendiri dengan bentuk yang estetik. Hal ini dikarenakan seni-seni yang masuk dalam sendi–sendi kehidupan bukanlah seni yang berasal dari peradaban islam itu sendiri. Islam sangat mengapresiasi seni dan estetika, hal ini dapat kita lihat banyak ayat-ayat qouniah yang menggambarkan tentang seni dan estetika. Pendekatan dalam penulisan ini adalah menggunakan pendekatan Kualitatif jenis kepustakaan. Sumber data artikel ini adalah literatur di bidang pendidikan islam serta literatur terkait lainnya. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menelusuri referensi terkait, baik secara manual maupun digital. Data-data yang terkumpul kemudian di display, reduksi dan dikonstruksi menjadi konsep baru yang utuh dan segar. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis isi yang mengedepankan intertekstualitas dan meaning creativity. (Imroatun Muhimmah, 2020) Hasil penelusuran menunjukkan bahwasannya fitrah manusia mengakui dan mengagumi seni dan estetika itu sendiri. Manusia itu sendiri merupakan hasil seni dari sang maha pencipta.

Kata kunci: Fitrah manusia, Seni dan estetika

Pendahuluan

Beberapa diantara kita terkadang masih “alergi” terhadap seni. Karena memang kebanyakan model seni yang masuk dalam kehidupan kita memang bukan berasal dari peradaban keIslaman. Aspek-aspek seni yang ditampilkan lebih cenderung kepada aspek “syahwati” dari pada aspek “imani”.

Kemudian dalam menyikapi seni sering kali sebagian diantara kita menyikapinya dengan memunculkan dalil-dalil yang kadar hukumnya setara dengan Zina dan Khamr. wajar saja sebagian kita menjauhi bahkan memandang negatif tentang seni dikarenakan pengaruh seni dari peradaban lain lebih banyak masuk ketimbang seni dari peradaban Islam itu sendiri. Manusia yang menyukai “seni syahwati” baik terbuka maupun tertutup secara tidak langsung telah menyimpang dari fitrah keindahannya. Seni merupakan potongan mosaik kecil dari maha karya sang pencipta, seni juga digambarkan sebuah ungkapan dari keindahan. Sedangkan keindahan merupakan fitrah manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya yang tidak bisa ditiru oleh robot bahkan komputer canggih sekalipun.

Rasa keindahan atau sering disebut “sense of aesthetics” atau “sense of beauty” adalah sesuatu yang telah terinstal dalam diri manusia dan tak perlu ditanamkan. Setiap manusia bisa membedakan mana “baik dan buruk” , misalnya “wajah sumringah dan wajah ketus” atau “gestur ramah dan gestur marah ” karena mereka memiliki apresiasi terhadap keindahan yang kita sebut fitrah keindahan itu.

Manusia tidak peru dijelaskan jika senja saat matahari terbenam itu indah. Langit yang menjingga karena rekahan dari sinar mentari itu indah, buah-buahan dengan segala keanekaragamannya itu indah, dan diantara gunung-gunung ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada pula yang hitam pekat. Semuanya merupakan bagian dari keindahan yang Allah ciptakan, dan semuanya sudah terinstal dalam fitrah keindahannya.

Jika kita melihat lebih jauh bahwasannya seni juga mendapatkan perhatian dan apresiasi dalam peradaban Islam. Semuanya dapat dilihat dengan jelas bagaimana bentuk gubahan lagu atau langgam atau Qiro’at, keindahan sastrawi dalam berbagai karya sastra maupun tulisan sains juga jurnal perjalanan, masterpiece arsitektur bangunan, tulisan indah atau kaligrafi, lukisan indah termasuk ilustrasi buku, karya indah math & science dan lain sebagainya.

Dari beberapa statement di atas dapat kita pahami bahwa sebetulnya seni juga termasuk salah satu ciptaan Allah SWT. Maka sepatutnya kita sebagai manusia mengapresiasi dan memberi perhatian terhadap seni sebagaimana sang maha pencipta mengapresiasi dan memberi perhatian pada seni itu sendiri. Karena seni dan estetika merupakan salah satu bentuk fitrah dari manusia itu sendiri.

Fitrah Manusia

Secara lughatan (etimologi) berasal dari kosakata bahasa arab yakni, fa-tha-ra yang berarti “kejadian”, oleh karena itu kata fitrah berasal dari kata kerja yang berarti menjadikan. (Mujib, 1999) Pada pengertian lain interpretasi fitrah secara etimologis berasal dari kata fathara, khalaqa dan ansya’a yang artinya sepadan dengan kata mencipta. Biasanya kata fathara, khalaqa dan ansya’a digunakan dalam Al-Qur’an untuk menunjukkan pengertian pencipta, menjadikan sesuatu yang sebelumnya belum ada dan masih merupakan pola dasar yang perlu penyempurnaan. Dalam kamus Al-Munjid diterangkan bahwa makna harfiah dari fitrah adalah al Ibtida’u wa al ikhtira’u, yakni al shifat allati yattashifu biha kullu maujudin fi awwali zamani khalqihi. Makna lain adalah shifatu al insani al thabi’iyah.

Lain daripada itu ada yang bermakna al dinu wa a sunnah. (Mujib, 1999) Abu a’la al-Maududi mengatakan bahwa manusia dilahirkan di bumi oleh ibunya sebagai muslim (berserah diri) yang berbeda-beda ketaatannya kepada Tuhan, tetapi di lain pihak manusia bebas untuk menjadi muslim atau non muslim. (Raharjo, 1999) Sehingga ada hubungannya dalam aspek terminologi fitrah selain memiliki potensi manusia beragama tauhid, manusia secara fitrah juga bebas untuk mengikuti atau tidaknya ia pada aturan-aturan lingkungan dalam mengaktualisasikan potensi tauhid (ketaatan kepada Tuhan) itu, tergantung seberapa tinggi tingkat pengaruh lingkungan positif serta negatif yang mempengaruhi diri manusia secara fitrah-nya.

Sehingga uraian Al-Mududi mengenai peletakan konsep fitrah secara sederhana yakni menunjukkan kepada kalangan pembaca bahwa meskipun manusia telah diberi kemampuan potensial untuk berfikir, kehendak bebas, dan memilih, namum pada hakekatnya ia dilahirkan sebagai seorang muslim, dalam arti bahwa segala gerak dan lakunya cenderung berserah diri kepada sang Khaliknya. (Raharjo, 1999) Mengenai fitrah dikalangan fuqoha telah menetapkan hak fitrah manusia, sebagaiman dirumuskan oleh mereka, yakni meliputi lima hal: (1) Din (agama), (2) jiwa, (3) akal, (4) harga diri, dan (5) cinta.

Menurut Armai, bila interpretasi lebih luas konsep fitrah dimaksud bisa berarti bermacam-macam, sebagaimana yang telah diterjemahkan dan didefinisikan oleh banyak pakar di atas, di antara arti-artinya yang dimaksud adalah : (1) Fitrah berarti “ thuhr’ (suci), (2) fitrah berarti “Islam”, (3) fitrah berarti “Tauhid” (mengakui keesaan Allah), (4) fitrah berarti “Ikhlash” (murni), (5) fitrah berarti kecenderungan manusia untuk menerima dan berbuat kebenaran, (6) fitrah berarti “al-Gharizah” (insting), (7) fitrah berarti potensi dasar untuk mengabdi kepada Allah, (8) fitrah berarti ketetapan atas manusia, baik kebahagiaan maupun kesengsaraan. (Mujib, 1999)
Pengertian sederhana secara terminologi menurut pandangan Arifin; fitrah mengandung potensi pada kemampuan berpikir manusia di mana rasio atau intelegensia (kecerdasan) menjadi pusat perkembangannya, (Arifin, 1989) Dalam memahami agama Allah secara damai di dunia ini. Quraish Shihab mengungkapkan dalam Tafsir Al-Misbah-nya, bahwa fitrah merupakan “menciptakan sesuatu pertama kali/tanpa ada contoh sebelumnya”.

Dengan mengikut sertakan pandangan Quraish Shihab tersebut berarti fitrah sebagai unsur, sistem dan tata kerja yang diciptakan Allah pada makhluk sejak awal kejadiannya sehingga menjadi bawaannya, inilah yang disebut oleh beliau dengan arti asal kejadian, atau bawaan sejak lahir. (Arifin, 1989)
Dari beberapa pengertian di atas dapat kita pahami bahwa ada banyak macam fitrah dalam diri manusia yang mana salah satunya potensi yang ada dalam diri manusia itu sendiri. Mengembangkan dan memaksimalkan potensi diri berarti telah menjalankan fitrah sebagai manusia.

Seni dan Estetika

Seni yaitu penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera pendengar (seni suara), penglihatan (seni lukis), atau dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari, drama). (Hoeve) Seni merupakan wujud yang terindah dimana seni adalah sebuah benda atau artefak yang dapat dirasa, dilihat dan didengar, seperti seni tari, seni musik dan seni yang lain. Seni yang didengar adalah bidang seni yang menggunakan suara (vokal maupun instrumental) sebagai medium mengutarakan, baik dengan alat-alat tunggal (biola, piano dan lain-lain) maupun dengan alat majemuk seperti orkes simphoni. band, juga lirik puisi berirama atau prosa yang tidak berirama. Seni yang dilihat seperti seni lukis adalah bidang seni yang yang menggunakan alat seperti kanvas, beragam warna-warni dan memiliki objek tertentu untuk di lukis. (Wildan, 2007)
Islam merupakan agama yang Rahmatan lil’alamin yang diturunkan oleh Allah SWT kepada seluruh manusia yang bersumber Al-Qur’an dan As-Sunnah. Islam merupakan agama yang nyata dan sesuai dengan fitrah manusia yang memiliki rasa, kehendak, hawa nafsu, sifat, perasaan, dan akal pikiran.

Dalam jiwa, perasaan, nurani dan keinginan manusia terbenam rasa suka akan keindahan, yang mana keindahan tersebut adalah seni. Keindahan disini adalah sesuatu yang dapat menggerakkan jiwa, kemesraan, dapat menimbulkan keharuan, kesenangan bahkan juga bisa menimbulkan kebencian, dendam dan lain-lain sebagainya. (Wildan, 2007) Hal ini memperlihatkan bahwa seni merupakan sesuatu yang penting karena estetika merupakan bagian dari seni itu sendiri.
Estetika (keindahan) merupakan bagian dari seni. Islam tidak menolak kesenian. Sejatinya Al-Qur’an menerima seni yang mana merupakan bagian dari fitrah itu sendiri, misalnya dalam penciptaan manusia dalam QS: At-Tin ayat 4 :
لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

Dalam ayat lain juga di jelaskan bagaimana Allah sang Creator ingin menunjukkan seni yang sangat estetika, seperti dalam QS: Ar-Rum ayat 20 :

وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.

Kedua ayat di atas secara eksplisit membicarakan tentang penciptaan manusia. Jika kita melihat lebih dalam proses penciptaan (creating) tentunya sangat unik dan sempurna. Tentunya otak manusia tidak mampu menciptakan apa yang yang tidak diketahuinya. Bagaimana struktur yang sangat rumit dan membutuhkan waktu yang cukup panjang dalam proses penciptaan manusia serta ide dalam penciptaan, manusia tidak akan mampu menciptakan sama seperti yang Allah ciptakan.

Inilah seni dengan tingkat kerumitan yang sangat tinggi dengan estetika yang sangat sangat sempurna. Ini membuktikan bahwasannya Islam sangat mengapresiasi seni dan estetika. Fitrah keindahan atau fitrah estetika yang tidak tumbuh indah merekah karena berbagai hal justru melahirkan generasi yang kering dari cinta, tidak suka damai, jauh dari karya yang membuat peradaban menjadi lebih indah.

Penemuan penemuan formula matematika dan sains adalah karena apresiasi keindahan yang tinggi dari para cendekiawan Muslim sehingga mampu menangkap pola keindahan dibalik pola ciptaan Allah di alam semesta.

 

Penutup

Islam melalui sumbernya Al-Qur’an sangat mengapresiasi seni. Dengan Al-Qur’an manusia dapat dituntun untuk mengenal keseluruhan dari jagad raya ini, terbukti bahwasannya Allah SWT sangat mencintai keindahan dengan menciptakan alam jagad raya ini dengan sempurna tanpa kurang suatu apapun. Inilah bukti kebesaran Allah yang patut kita syukuri dan nikmati.

Seni yang baik merupakan seni yang menggambarkan wujud dengan bahasa yang indah yang sesuai dengan fitrah. Manusia dalam fitrah seni, merupakan manusia yang memiliki kemampuan untuk menimbulkan daya estetika, yang mengacu pada sifat Al-Jamal Allah SWT. Tugas utama pendidikan memberikan suasana gembira, senang, dan aman dalam proses belajar mengajar, karena pendidikan adalah proses kesenian, yang karenanya dibutuhkan seni mendidik.

Manusia dalam fitrah seni merupakan manusia yang mengakui seni dan estetika dari sang maha pencipta yaitu Allah SWT, sehingga dengan mengapresiasinya manusia telah menjalankan fitrah yang ada pada diri manusia itu sendiri.

 

 

Sumber : Arifin, M. (1989). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.

Hoeve, V. (n.d.). Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: PT. Ikhtiar Baru.
Mujib, A. (1999). Fitrah & Kepribadian Islam, Sebuah Pendekatan Psikologis. Jakarta : Darul Falah.
Raharjo, D. (1999). Pandangan al-Qur’an tentang manusia dalam pendidikan dan perspektif al-Qur’an. Yogyakarta: LPPI.
Wildan, R. (2007). SENI DALAM PERSPEKTIF ISLAM. Islam Futura, 3.

Comments (0)
Add Comment